Review Novel Haruki Murakami 1Q84 JIlid 1
Pertama Kenal dengan Murakami adalah
dari buku Norwegian Wood yang versi Bahasa Inggris. Melihat covernya saja sudah
dibuat penasaran namun hal itu tidak berlaku bagi saya engan versi Bahasa
Indonesianya. Tidak tahu menahu bagi saya memang cover adalah salah satu daya
tarik bagi saya, kesan cerita didalamnya adalah daya tarik terbesar bagi saya.
Membaca karya Murakami adalah salah satu
hal yang saya pertimbangkan karena dalam keluarga saya mungkin saya masih
dianggap anak kecil yang tidak akan mampu mencerna buku-buku tebal seperti yang
dibuat Murakami. Hal ini membuat saya nekad membeli sebuah novel tebal yang
berjudul 1Q84. 1Q84 memiliki 3 jilid, saran saya kalau ingin membaca sekaligus
saja membeli ketiga jilidnya karena buku yang berjilid pasti akan memiliki
akhir yang menganggtung.
1Q84 menceritakan 2 tokoh utama yaitu,
Aomame dan Tengo. Diceritakan secara terpisah dan bergantian setiap bab nya
jadi polanya begini kurang lebih bab 1 Aomame-bab 2 Tengo- Aomame-Tengo begitu
seterusnya.
Awalnya saya piker buku ini akan
membosankan namun saya salah, buku ini semakin membat saya penasaran dan setiap
saya membaca dari satu halaman ke halaman selanjutnya semakin merasa haus akan
kelanjutan ceritanya. Saya sadar untuk menemukan cerita kelanjutannya saya
harus move on ke buku kedua dan ketiga. Disegerakan meminang jilid selanjutnya.
Aamin.
Tengo adalah guru private matematika di sebuah
les privat yang memiliki kehidupan tidak begitu ramai tidak begitu sepi.
Biasa-biasa saja namun suatu hari Tengo dipertemukan dengan peritiwa yang
membuatnya berubah lebih berkembang dalam menikmati hidup. Selain sebagai guru
les privat Tenggo menjalani kehidupannya sebagai ghost writer di sebuah
majalah.
Sedangan Aomome adalah instruktur seni bela diri
yang juga menjalani kehidupan sebagai pembunuh bayaran. Rembulan yang mendadak
ada dua dan perubahan lainya yang tidak sesuai dengan logika seorang Aomame.
Apakah cerita mereka berdua adalah satu kesatuan
yang benang merahnya akan pembaca temukan.
Mereka berdua dilatari kisah masa kecil yang tak
bahagia. Tengo yang masa kecilnya sering dipaksa ikut melakukan pekerjaan
bersama ayahnya di hari Minggu. Sedangkan Aomame dipaksa ikut masuk ke dalam
sekte keagamaan yang ia benci oleh kedua orang tuanya.
Ada sebuah kalimat yang sekaligus
menjadi tag line dalam buku ini.
‘Kekerasan tidak selalu bersifat
fisik
Luka tidak selalu
mengeluarkan darah’
*sakit tapi tak berdarah (relate ya)
Novel terjemahan ini termasuk sangat bagus.
Terjemahan bukunya sangat mudah dipahami. Terimakasih penerjemahnya sudah
memudahkan pembaca dalam memahami buku setebel skripsi ini.
Setiap tokoh dijelaskan sangat detail dari segi
fisik sampai segi suasana yang ada didalam novel. Memang Murakami membuat
pembaca larut dalam cerita yang dibawakan.
Sekian dulu ya sampai ketemu diulasan
berikutnya..
Cheerio
Komentar